#bukarahasiaads {margin:1px;padding:1px;text-align:center} #bukarahasiaads img {margin:1px 1px;text-align:center;-webkit-border-radius: 5px;-moz-border-radius: 5px;border-radius: 5px;-webkit-box-shadow: 1px 2px 1px #ccc;-moz-box-shadow: 1px 2px 1px #ccc;box-shadow: 1px 2px 1px #ccc;} #bukarahasiaads img:hover {-moz-opacity: 0.7;opacity: 0.7;filter:alpha(opacity=70);}

Minggu, 14 Desember 2014

Resume Kebijakan Dan PerUU Kehutanan

1.        PILAR KEBIJAKAN SDH
Kebijakan kehutanan merupakan suatu rumusan tindakan yang disepakati dalam mencapai tujuan/kepentingan tertentu yang memberikan pengaruh atau akibat  penting bagi sejumlah besar masyarakat dan sumber daya hutan (Ellefson, 1992 dalam Fraser, 2002).
Setiap kebijakan akan menghasilkan suatu program. Lalu akan ada suatu aktivitas untuk mewujudkan program tersebut. Aktivitas tersebut harus mempunyai sinkronisasi dengan programnya.
beberapa isu penting yang seharusnya masuk dalam kebijakan kehutanan, yaitu mengenai penyerapan karbon, potensi dan prospek obat-obatan alami dari hutan serta hak kepemilikannya, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab pengurusan kehutanan, dan penilaian sumberdaya yang dikandung dalam hutan.
Dalam kebijakan kehutanan, ada beberapa kebijakan yang berpengaruh, yaitu:
1.      Kebijakan fiscal
Berkaitan dengan pemenuhan anggaran untuk pembangunan Negara (local dan nasional) baik untuk penerimaan maupun belanja Negara.
2.      Kebijakan kehutanan nasional
Kebijakan kehutanan yang lengkap mengandung dua dimensi pokok, yaitu target yang ingin dcapai dan proses atau cara untuk mencapainya.
3.      Kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan
Berkaitan dengan pengalokasian hutan secara nasional untuk menghasilkan (suplay) berbagai manfaat untuk memenuhi kebutuhan (demand).
4.      Kebijakan konservasi
5.      Kebijakan energy
6.      Kebijkan pemerataan kesejahteraan.

Kepentingan yang mendasari kebijakan kehutanan merupakan campuran yang seimbang antara kepentingan sistem ekologi, ekonomi, dan sosial.
Dalam menjalankan segala kebijakan yang ada maka setiap aktivitas kehutanan menyangkut 3 komponen yang terkait Masyarakat, Sumber Daya Hutan, dan Pemerintah. Ketika berbicara terkait sumber daya (resource) dengan pemerintah maka akan berputar pada masalah ekonomi, dalam hal ini seperti sosialisme dan kapitalisme. Selanjutnya, dengan meliahat keterkaitan antara sumber daya hutan dengan masyarakat, maka akan masuk dalam sistem yang mengatur pemilikan sumber daya. Secara otomatis, mengindikasikan antara private dan public. Selain itu dalam keterkaitan antara pemerintah dengan masyarakat sudah menyangkut sistem politik. Seandainya terwujud keseimbangan dalam komponen ketiga diatas maka akan membentuk Sistem Ekonomi Politik Kehutanan.
Kebijakan yang akan diambil oleh para pembuat kebijakan harus memperhatikan kelestarian hutan sebagai aspek yang sangat penting sebagai pertimbangan. Konsep kelestarian berdasar kepada conservation code ialah pengelolaan kawasan hutan yang jelas kepemilikannya, luas wilayah ekonomis dan memiliki rencana kerja yang rasional.
Konsep teknis kehutanan dan ilmu ekonomi menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan kehutanan. Ekonomi merupakan daya tarik atau motivasi yang membuat manusia bersedia atau tidak bersedia melakukan sesuatu. Maka, ilmu ekonomi sebenarnya adalah ilmu membuat pilihan.

2.        RUANG LINGKUP KEBIJAKAN EKONOMI SDH DI INDONESIA
a.        Ekonomi Sumber Daya Hutan
Ilmu ekonomi secara konvensial sering didefinisikansebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan sumber daya yang langka untuk pemenuhan kebutuhan yang tidak terbatas jumlahnya.
Ekonomi merupakan ilmu sosial sehingga ekonomi sumber daya hutan adalah segi sosial dari ilmu-ilmu kehutanan yang berbeda dengan subjek-subjek pengetahuan ilmu kehutanan yang lebih bersifat fisik dan biologi. Segi sosial subjek pengetahuan ilmu-ilmu kehutanan yang sudah lebih dulu ada ialah Administrasi dan Kebijakan kehutanan yang kemudian berkembang menjadi Politik Kehutanan dan Administrasi Kehutanan, Ekonomi Sumber Daya Hutan kemudian tampil yang dikembangkan dalam Ilmu Kehutanan Sosial (Wirakusumah, 2003).
b.        Ciri-Ciri Sumber Daya Hutan
Sebagai sumber daya ekonomi, pada dasarnya sumber daya hutan bersifat lentur (versatile) berarti berpotensi sangat luwes untuk dapat dimanfaatkan dalam banyak ragam komoditi akhir, bahkan komoditi-komoditi sumber daya hutan itu dapat dimanfaatkan berulang kali (Wirakusumah, 2003).
Ciri sumberdaya hutan yang penting adalah peranannya sebagai sistem penunjang kehidupan. Dalam hal ini hutan tropika berperan sebagai paru-paru dunia yang merupakan barang publik (international public goods) dan sumber keragaman hayati.
c.         Klasifikasi Hasil Hutan
Hasil hutan digolongkan menjadi 2; yaitu (1)hasil hutan kayu dan (2)hasil hutan non kayu.  Hasil hutan kayu ialah hasil hutan  berupa kayu dan bisa di peroleh secara langsung, sedangkan hasil hutan nonkayu adalah hasil hutan bukan kayu, seperti rotan, bambu, madu, damar, walet, sagu,  jasa rekseasi hutan sebagai produk tambahan dari hutan, dan masih banyak lagi hasil hutan non kayu lainnya.
Jasa rekreasi hutan sebagai produk tambahan dan sifatnya tidak nyata (intangible) dari hutan menghadapi tantangan ketika jenis produk ini tidak memiliki harga pada sistem pasar normal, padahal permintaan masyarakat akan jasa rekreasi hutan terus meningkat sebagai akibat dari pendapatan per kapita penduduk naik.
d.        Manfaat Dan Fungsi Hutan
Makna hutan sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi ilmu yang dibidangi. Dari sudut pandang orang ekonomi, hutan merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Menurut sudut pandang ahli silvika, hutan merupakan suatu assosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan menurut ahli ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan.
1.      Manfaat Hutan
Hutan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, mulai dari pengatur tata air, paru-paru dunia, sampai pada kegiatan industri. Pamulardi (1999) menerangkan bahwa dalam perkembangannya hutan telah dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, antara lain pemanfaatan hutan dalam bidang Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
Sebagai salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak langsung /tidak nyata). Manfaat tangible atau manfaat langsung hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible atau manfaat tidak langsung hutan antara lain : pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lain-lain.
Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan non-marketable adalah barang dan jasa hutan yang belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya, seperti : beberapa jenis kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible hutan.
2.      Fungsi Hutan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Selanjutnya pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokoknya ada tiga, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. menerangkan hutan lindung adalah hutan yang diperuntukan bagi perlindungan tata tanah dan air bagi kawasan di sekitarnya. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang diperuntukan bagi perlindungan alam, pengawetan jenis-jenis flora dan fauna, wisata alam dan keperluan ilmu pengetahuan. Hutan produksi adalah hutan yang diperuntukan bagi produksi kayu dan hasil hutan lainnya untuk mendukung perekonomian negara dan perekonomian masyarakat.
Fungsi hutan ditinjau dari kepentingan sosial ekonomi, sifat alam sekitarnya, dan sifat-sifat lainnya yang berkenan dengan kehidupan manusia, dapat dikatakan bahwa hutan berperan sebagai sumber daya. Dengan kondisi ini, sumber daya hutan menjadi salah satu modal pembangunan, baik dari segi produksi hasil hutan atau fungsi plasma nutfah maupun penyanggah kehidupan.
Secara ekologi fungsi hutan adalah sebagai penyerap air hujan untuk mencegah terjadinya erosi. Hutan mempunyai peranan penting dalam mengatur aliran air ke daerah pertanian dan perkotaan, baik lokal, regional maupun global. Sebagai contoh, 50 % sampai 80 % dari kelembaban yang ada di udara di atas hutan tropik berasal dari hutan melalui proses transpirasi dan respirasi.
e.         Karakteristik Sumber Daya Hutan Dalam Perspektif Ekonomi
Sampai saat ini harapan dapat terwujudnya bentuk pengolahan hutan yang tepat dan stabil belum dapat diperoleh. Seiring dengan memburuknya kondisi kawasan hutan tersebut, produksi kayu alam HPH semakin menipis pada titik rendah sekitar 5-6 juta meter kubik per tahun. Sedang keberhasilan hutan tanaman dari HPHTI masih sangat rendah baik laju perluasan tanaman maupun produksi kayunya. Sebaliknya praktek illegal logging yang meskipun terus diberantas melalui operasi represif tidak kenal menurun. Penyelundupan kayu ke luar negeri juga cenderung meningkat dengan trend yang tidak pernah mampu dikenali secara tepat.
Namun ada yang menggembirakan, devisa produk-produk kehutanan justru meningkat. Tercatat angka devisa sebesar US$ 4,873 milyar (2001), berturut-turut meningkat menjadi US $ 5,819 milyar (2002), US $ 6,318 milyar (2003), dan tahun 2004 sebesar US $ 7,726 milyar. Produk pulpa & kertas merupakan penopang laju peningkatan devisa tersebut. Devisa dari ekspor satwa dan hasil hutan non kayu tercatat meningkat dari tahun ke tahun bernilai puluhan juta dolar AS. Hanya, naiknya devisa khususnya dari produksi pulpa malahan di curigai sebagai bentuk ekploitasi hutan alam ilegal.
Pengelolaan hutan dan kehutanan yang sarat dengan kompleksitas problem sosial, ekonomi, lingkungan dan kriminal juga memerlukan produk legal yang ditaati dan ditegakan dengan berani. Sedangkan penyelenggaraan politik kenegaraan era otonomi daerah tetap dianggap menambah peningkatan kerusakan hutan yang tidak terkendali itu.
f.         Ekonomi Produksi
Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dimanfaatkan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi optimal. Misalnya tumbuhan dibawah tegakan hutan.
pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi adalah sebagai bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi dapat berupa hutan tanaman sejenis dan atau hutan tanaman berbagai jenis.
Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan pada lahan yang dianggap tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam.
Kecendrungan penurunan potensi dan regenerasi hutan di areal bekas tebangan serta semakin meningkatnya kebutuhan kayu maka sistem pengelolaan secara tebang pilih sebagian dialihkan pada tebang habis untuk ditanam dengan jenis cepat tumbuh, sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI).
g.        Ekonomi Konsumsi
Pengelolaan hutan selalu ditujukan untuk mendapatkan manfaat optimum. Memahami manfaat hutan, mengandung arti harus dilakukannya penilaian terhadap semua jenis manfaat yang dapat dihasilkan oleh hutan tersebut, baik yang bersifat manfaat nyata (tangible) maupun tidak nyata (intangible). Pengelolaan hutan selalu ditujukan untuk mendapatkan manfaat optimum. Memahami manfaat hutan, mengandung arti harus dilakukannya penilaian terhadap semua jenis manfaat yang dapat dihasilkan oleh hutan tersebut, baik yang bersifat manfaat nyata (tangible) maupun tidak nyata (intangible).
Ekosistem hutan memiliki banyak unsur dengan hubungan yang komplek, sehingga dalam kerangka penilaian hutan dibuat suatu klasifikasi sumber manfaat menurut pendekatan ekosistem yang terdiri atas empat kelas, yaitu (1) flora, (2) fauna, (3) fungsi ekosistem, dan (4) sosial budaya. Manfaat yang bersumber dari empat hal tersebut dapat berwujud (a) barang hasil hutan, (b) jasa dan fungsi ekologis, dan (c) simbolik atau atribut.
Pemanfaatan hutan yang selama ini cenderung mengeksploitasi hasil hutan kayu (manfaat tangible) ternyata membawa implikasi ekologi terhadap tingginya tingkat deforestrasi. Hasil yang paling -berpengaruh mengungkapkan bahwa telah terjadi penggunaan hutan di Indonesia sebesar 1 juta hektar pertahun. Di samping itu, nilai ekonomi yang diberikan ternyata kurang memberikan keuntungan yang optimal.
Kegiatan bisnis sektor kehutanan yang secara ekonomis aktual tidak lagi menguntungkan tersebut menuntut kita untuk melakukan reorientasi bisnis kehutanan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya hutan yang ada dengan teknik dan manajemen lahan yang optimal, produktif dan kompetitf. (Affandi dan Pindi, 2004).
h.        Pemanenan Hasil Hutan Kayu
Pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomas lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat.
Proses pemanenan kayu terdiri dari beberapa kegiatan yang masing-masing merupakan satu tahap dalam proses produksi. Adapun unsur-unsur dasarnya adalah :
1.      Operasi tunggak (stump operation), yaitu penebangan pohon dan pembentukan permulaan dari log.
2.      Penyaradan, yaitu memindahkan batang kayu secara keseluruhan atau berupa log dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan (loading). Pada umumnya jarak yang ditempuh hanya beberapa ratus meter.
3.      Pemuatan (loading), yaitu menaikkan kayu ke atas alat angkut. Kegiatan memuat dilakukan di landing.
4.      Angkutan utama, yaitu pengangkutan dari landing ke tempat tujuan.
5.      Pembongkaran, yaitu membongkar muatan di tempat tujuan.

3.        KONSUMSI, PERMINTAAN DAN PENAWARAN PRODUK DAN JASA HUTAN
1.  Konsumsi Produk dan Jasa Hutan
Ada enam kelompok produk dan jasa hutan, yaitu kayu, flora, fauna, air, rekreasi, dan fungsi lindung.
          Konsumsi terbesar untuk beberpa produk dan jasa hutan, yaitu:
  • Konsumsi kayu terbesar adalah pada produk kayu olahan, seperti mebeul dan bangunan rumah (83,6%)
  • Konsumsi produk papan terbesar adalah pada penggunaan papan untuk bahan bangunan (73%)
  • Konsumsi air dari mata air, sungai, dan danau terbesar adalah pada irigasi (52%)
  • Konsumsi produk pulp terbesar adalah pada penggunaan pulp untuk bahan baku kertas tulis (60%)
  • Konsumsi air untuk industri terbesar adalah pada industri logam (32%)
  • Konsumsi jasa rekreasi hutan terbesar adalah pada rekreasi umum menikmati pemnadangan hutan (27%).

2.        Permintaan Produk dan Jasa Hasil Hutan
Permintaan konsumen dipengaruhi oleh harga produk yang bersangkutan, pendapatan individu konsumen, selera konsumen, jumlah konsumen potensial, haraga barang substitusi, harga mbarang komplementer. Lima factor lain, yaitu : daya tahan barang yang bersangkutan, kekayaan konsumen, distribusi pendapatan, perubahan suku bunga dan kondisi keuangan, dan perubahan teknologi.
Ekonomi kehutanan brhadapan dengan dua jenis permintaan, yaitu :

  • Permintaan langsung (Direct Demand) oleh konsumen akhir (Consumer’s Goods). Permintaan ini relatif sedikit untuk ekonomi kehutanan. Misal : Hutan wisata.
  • Permintaan tidak langsung/turunan (Derived Demand) oleh produsen perantara (Producer’s Goods). Permintaan ini relatif banyak untuk ekonomi kehutanan. Contoh : produksi kayu.

Faktor penyebab perubahan permintaan (demand)
1.    Perubahan teknologi
2.    Perubahan jumlah konumen
3.    Perubahan tingkat pendapatan konsumen
4.    Perubahan selera/kecenderungan/tren
5.    Perubahan harga barang substitusi dan komplementer

Kurva Permintaan
Semakin murah harga barang/jasa, maka jumlah barang/jasa yang dibeli akan semakin banyak, begitupun sebaliknya.
Karakteristik perubahan kurva permintaan adalah jika permintaan meningkat maka kurvanya akan begeser ke kanan, dengan jumlah dan harga yang meningkat, begitupun sebaliknya.
Faktor penyebab perubahan permintaan
1.   Perubahan teknologi
Dengan adanya teknologi, akan terjadi peningkatan dan perbaikan produksi sehingga akan meningkatkan selera konsumen. Peningkatan selera konsumen berarti meningkatkan permintaan.
2.   Perubahan jumlah konsumen
Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan kebutuhan. Peningakatan kebutuhan akan meningkatkan permintaan.
3.   Perubahan tingkat pendapatan konsumen
Peningkatan pendapatan akan meningkatkan daya beli konsumen, selanjutnya akan meningkatkan permintaan.
4.   Perubahan selera
Peningakatan selera konsumen akan meningkatkan keinginan membeli konsumen, selanjutnya akan meningkatkan permintaan.
5.   Perubahan harga barang substitusi dan komplementer
Peningkatan harga barang substitusi dan komplementer akan meningkatkan permintaan.

Elastisitas Permintaan
Elastisitas adalah ukuran sensitivitas jumlah barang/jasa yang dibeli terhadap perubahan harga.
   
       Faktor penentu elastisitas permintaan adalah :
1.        Selera konsumen
Semakin tinggi selera konsumen terhadap produk hutan, maka permintaan produk hutan akan semakin elastis.
2.        Barang substitusi
Semakin banyak barang substitusi terhadap produk hutan, maka permintaan produk hutan akan semakin elastis.
3.        Barang komplementer
Semakin banyak barang komplementer terhadap produk hutan, maka permintaan produk hutan akan semakin elastis. Adanya barang pelengkap akan meningkatkan selera permintaan terhadap produk hutan.

Pengaruh waktu terhadap elastisitas permintaan dalam jangka pendek
Permintaan produk hutan jangka pendek cenderung in-elastis, sedangkan dalam jangka panjang permintaan produk hutan cenderung elastis.
Dalam jangka pendek permintaan produk hutan cenderung in-elastis. Alasannya adalah :
1. konsumen belum tahu adanya perubahan harga
2. rencana kebutuhan konsumen sudah dibuat
3. butuh waktu untuk merubah kebiasaan belanja konsumenterhadap produk waktu tertentu
Dalam jangka panjang permintaan produk hutan cenderung elastis. Dimana produksi produk hutan telah menyesuaikan diri dengan permintaan konsumen dan adanya kompetisi dari produk substitusi.

3.        Penawaran terhadap Produk dan Jasa Hasil Hutan
Permintaan konsumen dipengaruhi oleh harga produk yang bersangkutan, pendapatan individu konsumen, selera konsumen, jumlah konsumen potensial, haraga barang substitusi, harga mbarang komplementer. Lima factor lain, yaitu : daya tahan barang yang bersangkutan, kekayaan konsumen, distribusi pendapatan, perubahan suku bunga dan kondisi keuangan, dan perubahan teknologi.

Elastisitas penawaran
Elastisitas penawaran diartikan sebagai Ratio perubahan jumlah yang ingin dijual terhadap persentase perubahan harga barang yang dijual.
Faktor Penentu Elastisitas Permintaan:
1.      Selera/kecenderungan/tren konsumen.
Semakin tinggi selera konsumen terhadap produk hutan, maka permintaan produk hutan hutan makin elastis. Dimana penurunan harga (kecil) akan meningkatkan jumlah diminta (besar). Sehingga total pendapatan lebih besar.
2.      Barang substitusi/pengganti
Semakin banyak banyak barang pengganti (substitusi) terhadap produk hutan, maka permintaan produk hutan makin elastic. Dimana adanya kompetisi akan memotivasi persaingan penurunan harga. Penurunan harga (kecil) akan meningkatkan jumlah diminta (besar). Sehingga total pendapatan lebih besar.     
3.      Barang Komplementer
Semakin banyak barang pelengkap (komplemen) terhadap produk hutan maka permintaan produk hutan makin elastic. Dimana adanya barang pelengkap akan meningkatkan selera permintaan terhadap produk hutan. Penurunan harga (kecil) akan menngkatkan jumlah diminta (besar). Sehingga total pendapatan lebih besar.
Produsen pada kondisi Market Supply dihadapkan pada 3 keputusan:
1. menjual saat ini dengan tingkat harga yang terjadi
2. menggunakan sendiri barang terebut
3. menahan barang tersebut untuk dijual dengan harga lebih tinggi pada waktu yang akan datang
Dua faktor yang harus dikendalikan oleh individu produsen/perusahaan dalam kondisi penawaran jangka pendek:
1. Antisipasi terhadap lamanya dan arah (membaik atau memburuk) dari perubahan harga.
2. Anitsipasi dan menghitung biaya produksi, jika barang akan dijual pada waktu yang akan datang.
4.        ANALISIS KEBIJAKAN EKONOMI PROSUKSI KEHUTANAN
Kegiatan produksi di kehutanan, khususnya produksi kayu untuk hasil seperti meubel, furniture dan kayu lapis atau papan parrtikel, memang berbeda dengan kegiatan produksi di bidang lainnya. Pengusaha kayu swasta, yang mengelola HPH di Indonesia dimulai  sejak 1970-an sampai sekarang, cukup berhasil dalam mengeluarkan kayu dari tempat tumbuhnya di dalam hutan. Dalam hal ini sebetulnya yang menjadi perhatian mereka tidak melakukan produksi kayu secara kehutanan yang disamping ekonomis juga lestari.
Ketika suatu produksi dijalankan ada factor-faktor yang menajdi pondasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi barang/jasa, terutama kayu adalah permintaan, distribusi yang tidak merata, serta kreativitas atau kemampuan menduga. Sedangkan produksi barang tersebut harus bersifat efisien. Efisien produksi dapat dicapai dengan teknologi dan SDM. Dengan jumlah produksi tertentu di dapat dari sumberdaya/ biaya minimum atau dengan jumlah sumberdaya/ biaya tertentu dapt diperoleh produksi maksimum. Input sangat mempengaruhi produksi serta eleastisitas produksi. Jika input tetap akan menghasilkan produksi maksimum. Input digunakan secara efisien karena langka. Input juga berpengaruh terhadap tingkat produksi. Jika tingkat produksi dapat mencapai optimum, maka akan menghasilkan keuntungan maksimum.
Peningkatan produksi dari tingkat minimum hingga maksimum bergantung pada input variabel, yang nantinya akan mempengaruhi proses produksi. Tingkat produksi maksimum dapat dicapai jika pendapatan marginal sama dengan biaya marginal. Biaya juga mempunyai hubungan erat dengan proses produksi. Meliputi biaya tetap, biaya marginal, implicit cost, social cost serta out of pocket payment.
Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh tingkat produksi, sedangkan biaya marginal adalah biaya tambahan untuk penambahan input produksi. Implicit cost adalah biaya penyusutan, seperti penyusutan alat-alat produksi milik pabrik, sedangkan social cost adalah biaya pengganti akibat kerusakan lingkungan (dampak negative) dari proses produksi secara keseluruhan dalam pabrik. Penjumlahan biaya implicit, biaya social serta biaya, akan menghasilkan biaya riil. Jika terjadi biaya marginal = marginal revenue, maka akan terjadi keuntungan maksimum. Jika MC>MR maka perusahaan akan rugi, jika MC<MR maka perusahaaan akan mengalami untung besar.
Ket: MC = Marginal Cost
        MR = Marginal Renuve

5.        INTERAKSI POLITIK DAN EKONOMI
Keterkaitan ekonomi dan politik sangatlah erat dan berjalan beriringan yang saling mempengaruhi satu sama lain kondisi politik suatu negara cenderung mempengaruhi stabilitas ekonomi.
Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia ialah krisis ekonomi di tahun 1998.
Dalam sejarah panjang Republik Indonesia kita mengenal masa Orde Baru dimana selama hampir 32 tahun Soeharto menjabat sebagai Presiden. Banyak prestasi yang ditorehkan, namun kita juga tidak dapat menutup mata bahwa masa Orde Baru juga menyimpan banyak “kejelekan” pula. Terutama diakhir masa pemerintahannya kita banyak mendengar terjadi demontrasi dimana-mana.
Bulan Juli 1997 pecah krisis moneter di Thailand yang ternyata menjalar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia.
a. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang didukung oleh para dosen serta para rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshulffe cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya.
b. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya, kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pamerintah (ekskutif). Namun, pada kenyataanya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, karena hakim harus melayani kehendak penguasa.
c. Krisis Ekonomi
Jelas seperti yang sudah disinggung diatas, krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan likuidasinya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Dalam perkembangan berikutnya, nilai rupiah melemah dan menembus angka Rp 10000,- per dollar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar