1.
PILAR KEBIJAKAN SDH
Kebijakan kehutanan merupakan suatu rumusan tindakan yang disepakati dalam mencapai
tujuan/kepentingan tertentu yang memberikan pengaruh atau akibat penting bagi sejumlah besar masyarakat dan
sumber daya hutan (Ellefson, 1992 dalam Fraser, 2002).
Setiap kebijakan akan menghasilkan
suatu program. Lalu akan ada suatu aktivitas untuk mewujudkan program tersebut.
Aktivitas tersebut harus mempunyai sinkronisasi dengan programnya.
beberapa isu penting yang seharusnya masuk dalam kebijakan
kehutanan, yaitu mengenai penyerapan karbon, potensi dan prospek obat-obatan
alami dari hutan serta hak kepemilikannya, pendelegasian wewenang dan tanggung
jawab pengurusan kehutanan, dan penilaian sumberdaya yang dikandung dalam
hutan.
Dalam
kebijakan kehutanan, ada beberapa kebijakan yang berpengaruh, yaitu:
1.
Kebijakan fiscal
Berkaitan dengan pemenuhan anggaran untuk pembangunan Negara (local dan nasional) baik untuk penerimaan maupun belanja Negara.
Berkaitan dengan pemenuhan anggaran untuk pembangunan Negara (local dan nasional) baik untuk penerimaan maupun belanja Negara.
2.
Kebijakan kehutanan nasional
Kebijakan kehutanan yang lengkap
mengandung dua dimensi pokok, yaitu target yang ingin dcapai dan proses atau
cara untuk mencapainya.
3.
Kebijakan pengelolaan sumberdaya
hutan
Berkaitan dengan pengalokasian hutan
secara nasional untuk menghasilkan (suplay) berbagai manfaat untuk memenuhi
kebutuhan (demand).
4.
Kebijakan konservasi
5.
Kebijakan energy
6.
Kebijkan pemerataan kesejahteraan.
Kepentingan yang mendasari kebijakan kehutanan merupakan campuran yang seimbang antara kepentingan sistem ekologi, ekonomi, dan sosial.
Dalam
menjalankan segala kebijakan yang ada maka setiap aktivitas kehutanan
menyangkut 3 komponen yang terkait Masyarakat, Sumber Daya Hutan, dan
Pemerintah. Ketika berbicara terkait sumber daya (resource) dengan pemerintah
maka akan berputar pada masalah ekonomi, dalam hal ini seperti sosialisme dan
kapitalisme. Selanjutnya, dengan meliahat keterkaitan antara sumber daya hutan
dengan masyarakat, maka akan masuk dalam sistem yang mengatur pemilikan sumber
daya. Secara otomatis, mengindikasikan antara private dan public. Selain itu
dalam keterkaitan antara pemerintah dengan masyarakat sudah menyangkut sistem
politik. Seandainya
terwujud keseimbangan dalam komponen ketiga diatas maka akan membentuk Sistem
Ekonomi Politik Kehutanan.
Kebijakan
yang akan diambil oleh para pembuat kebijakan harus memperhatikan kelestarian
hutan sebagai aspek yang sangat penting sebagai pertimbangan. Konsep
kelestarian berdasar kepada conservation code ialah pengelolaan kawasan hutan
yang jelas kepemilikannya, luas wilayah ekonomis dan memiliki rencana kerja
yang rasional.
Konsep
teknis kehutanan dan ilmu ekonomi menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan
kehutanan. Ekonomi merupakan daya tarik atau motivasi yang membuat manusia
bersedia atau tidak bersedia melakukan sesuatu. Maka, ilmu ekonomi sebenarnya
adalah ilmu membuat pilihan.
2.
RUANG LINGKUP KEBIJAKAN EKONOMI SDH DI INDONESIA
a.
Ekonomi Sumber Daya Hutan
Ilmu ekonomi secara konvensial
sering didefinisikansebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan sumber
daya yang langka untuk pemenuhan kebutuhan yang tidak terbatas jumlahnya.
Ekonomi merupakan ilmu sosial
sehingga ekonomi sumber daya hutan adalah segi sosial dari ilmu-ilmu kehutanan
yang berbeda dengan subjek-subjek pengetahuan ilmu kehutanan yang lebih
bersifat fisik dan biologi. Segi sosial subjek pengetahuan ilmu-ilmu kehutanan
yang sudah lebih dulu ada ialah Administrasi dan Kebijakan kehutanan yang
kemudian berkembang menjadi Politik Kehutanan dan Administrasi Kehutanan,
Ekonomi Sumber Daya Hutan kemudian tampil yang dikembangkan dalam Ilmu
Kehutanan Sosial (Wirakusumah, 2003).
b.
Ciri-Ciri Sumber Daya Hutan
Sebagai sumber daya ekonomi, pada
dasarnya sumber daya hutan bersifat lentur (versatile) berarti berpotensi
sangat luwes untuk dapat dimanfaatkan dalam banyak ragam komoditi akhir, bahkan
komoditi-komoditi sumber daya hutan itu dapat dimanfaatkan berulang kali
(Wirakusumah, 2003).
Ciri sumberdaya hutan yang penting
adalah peranannya sebagai sistem penunjang kehidupan. Dalam hal ini hutan
tropika berperan sebagai paru-paru dunia yang merupakan barang publik
(international public goods) dan sumber keragaman hayati.
c.
Klasifikasi Hasil Hutan
Hasil hutan
digolongkan menjadi 2; yaitu (1)hasil hutan kayu dan (2)hasil hutan non
kayu. Hasil hutan kayu ialah hasil
hutan berupa kayu dan bisa di peroleh
secara langsung, sedangkan hasil hutan nonkayu adalah hasil hutan bukan kayu,
seperti rotan, bambu, madu, damar, walet, sagu,
jasa rekseasi hutan sebagai produk tambahan dari hutan, dan masih banyak
lagi hasil hutan non kayu lainnya.
Jasa rekreasi hutan sebagai produk
tambahan dan sifatnya tidak nyata (intangible) dari hutan menghadapi tantangan
ketika jenis produk ini tidak memiliki harga pada sistem pasar normal, padahal
permintaan masyarakat akan jasa rekreasi hutan terus meningkat sebagai akibat
dari pendapatan per kapita penduduk naik.
d.
Manfaat Dan Fungsi Hutan
Makna hutan sangat bervariasi sesuai
dengan spesifikasi ilmu yang dibidangi. Dari sudut pandang orang ekonomi, hutan
merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam
bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Menurut sudut pandang ahli silvika, hutan
merupakan suatu assosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas
pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan menurut
ahli ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang
dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan
keadaan di luar hutan.
1.
Manfaat Hutan
Hutan memberikan manfaat yang besar
bagi kehidupan manusia, mulai dari pengatur tata air, paru-paru dunia, sampai
pada kegiatan industri. Pamulardi (1999) menerangkan bahwa dalam
perkembangannya hutan telah dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, antara lain
pemanfaatan hutan dalam bidang Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pemungutan Hasil
Hutan dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
Sebagai salah satu sumberdaya alam
yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, manfaat hutan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat
intangible (tidak langsung /tidak nyata). Manfaat tangible atau manfaat
langsung hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sedangkan
manfaat intangible atau manfaat tidak langsung hutan antara lain : pengaturan
tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lain-lain.
Berdasarkan kemampuan untuk
dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat
marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan non-marketable adalah
barang dan jasa hutan yang belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya,
seperti : beberapa jenis kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat
intangible hutan.
2.
Fungsi Hutan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun
1999 tentang kehutanan, hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi konservasi,
fungsi lindung, dan fungsi produksi. Selanjutnya pemerintah menetapkan hutan
berdasarkan fungsi pokoknya ada tiga, yaitu hutan konservasi, hutan lindung,
dan hutan produksi. menerangkan hutan lindung adalah hutan yang diperuntukan
bagi perlindungan tata tanah dan air bagi kawasan di sekitarnya. Hutan konservasi
adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang diperuntukan bagi
perlindungan alam, pengawetan jenis-jenis flora dan fauna, wisata alam dan
keperluan ilmu pengetahuan. Hutan produksi adalah hutan yang diperuntukan bagi
produksi kayu dan hasil hutan lainnya untuk mendukung perekonomian negara dan
perekonomian masyarakat.
Fungsi hutan ditinjau dari
kepentingan sosial ekonomi, sifat alam sekitarnya, dan sifat-sifat lainnya yang
berkenan dengan kehidupan manusia, dapat dikatakan bahwa hutan berperan sebagai
sumber daya. Dengan kondisi ini, sumber daya hutan menjadi salah satu modal
pembangunan, baik dari segi produksi hasil hutan atau fungsi plasma nutfah
maupun penyanggah kehidupan.
Secara ekologi fungsi hutan adalah
sebagai penyerap air hujan untuk mencegah terjadinya erosi. Hutan mempunyai
peranan penting dalam mengatur aliran air ke daerah pertanian dan perkotaan,
baik lokal, regional maupun global. Sebagai contoh, 50 % sampai 80 % dari
kelembaban yang ada di udara di atas hutan tropik berasal dari hutan melalui
proses transpirasi dan respirasi.
e.
Karakteristik Sumber Daya Hutan Dalam Perspektif Ekonomi
Sampai saat ini harapan dapat
terwujudnya bentuk pengolahan hutan yang tepat dan stabil belum dapat
diperoleh. Seiring dengan memburuknya kondisi kawasan hutan tersebut,
produksi kayu alam HPH semakin menipis pada titik rendah sekitar 5-6 juta meter
kubik per tahun. Sedang keberhasilan hutan tanaman dari HPHTI masih sangat
rendah baik laju perluasan tanaman maupun produksi kayunya. Sebaliknya praktek
illegal logging yang meskipun terus diberantas melalui operasi represif tidak
kenal menurun. Penyelundupan kayu ke luar negeri juga cenderung meningkat
dengan trend yang tidak pernah mampu dikenali secara tepat.
Namun ada yang menggembirakan,
devisa produk-produk kehutanan justru meningkat. Tercatat angka devisa sebesar
US$ 4,873 milyar (2001), berturut-turut meningkat menjadi US $ 5,819 milyar
(2002), US $ 6,318 milyar (2003), dan tahun 2004 sebesar US $ 7,726 milyar. Produk
pulpa & kertas merupakan penopang laju peningkatan devisa tersebut. Devisa
dari ekspor satwa dan hasil hutan non kayu tercatat meningkat dari tahun ke
tahun bernilai puluhan juta dolar AS. Hanya, naiknya devisa khususnya dari
produksi pulpa malahan di curigai sebagai bentuk ekploitasi hutan alam ilegal.
Pengelolaan hutan dan kehutanan yang
sarat dengan kompleksitas problem sosial, ekonomi, lingkungan dan kriminal juga
memerlukan produk legal yang ditaati dan ditegakan dengan berani. Sedangkan
penyelenggaraan politik kenegaraan era otonomi daerah tetap dianggap menambah
peningkatan kerusakan hutan yang tidak terkendali itu.
f.
Ekonomi Produksi
Pemanfaatan kawasan pada hutan
produksi dimanfaatkan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh
manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi optimal. Misalnya tumbuhan dibawah
tegakan hutan.
pemanfaatan jasa lingkungan pada
hutan produksi adalah sebagai bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa
lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi
pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi dapat berupa hutan
tanaman sejenis dan atau hutan tanaman berbagai jenis.
Usaha pemanfaatan hutan tanaman
diutamakan pada lahan yang dianggap tidak produktif dalam rangka mempertahankan
hutan alam.
Kecendrungan penurunan potensi dan
regenerasi hutan di areal bekas tebangan serta semakin meningkatnya kebutuhan
kayu maka sistem pengelolaan secara tebang pilih sebagian dialihkan pada tebang
habis untuk ditanam dengan jenis cepat tumbuh, sebagai Hutan Tanaman Industri
(HTI).
g.
Ekonomi Konsumsi
Pengelolaan hutan selalu ditujukan
untuk mendapatkan manfaat optimum. Memahami manfaat hutan, mengandung
arti harus dilakukannya penilaian terhadap semua jenis manfaat yang dapat
dihasilkan oleh hutan tersebut, baik yang bersifat manfaat nyata (tangible)
maupun tidak nyata (intangible). Pengelolaan hutan selalu ditujukan untuk
mendapatkan manfaat optimum. Memahami manfaat hutan, mengandung
arti harus dilakukannya penilaian terhadap semua jenis manfaat yang dapat
dihasilkan oleh hutan tersebut, baik yang bersifat manfaat nyata (tangible)
maupun tidak nyata (intangible).
Ekosistem hutan memiliki banyak
unsur dengan hubungan yang komplek, sehingga dalam kerangka penilaian hutan
dibuat suatu klasifikasi sumber manfaat menurut pendekatan ekosistem yang
terdiri atas empat kelas, yaitu (1) flora, (2) fauna, (3) fungsi ekosistem, dan
(4) sosial budaya. Manfaat yang bersumber dari empat hal tersebut dapat
berwujud (a) barang hasil hutan, (b) jasa dan fungsi ekologis, dan (c) simbolik
atau atribut.
Pemanfaatan hutan yang selama ini
cenderung mengeksploitasi hasil hutan kayu (manfaat tangible) ternyata membawa
implikasi ekologi terhadap tingginya tingkat deforestrasi. Hasil yang paling
-berpengaruh mengungkapkan bahwa telah terjadi penggunaan hutan di Indonesia
sebesar 1 juta hektar pertahun. Di samping itu, nilai ekonomi yang diberikan
ternyata kurang memberikan keuntungan yang optimal.
Kegiatan bisnis sektor kehutanan
yang secara ekonomis aktual tidak lagi menguntungkan tersebut menuntut kita
untuk melakukan reorientasi bisnis kehutanan dengan memanfaatkan potensi
sumberdaya hutan yang ada dengan teknik dan manajemen lahan yang optimal,
produktif dan kompetitf. (Affandi dan Pindi, 2004).
h.
Pemanenan Hasil Hutan Kayu
Pemanenan kayu merupakan serangkaian
kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomas lainnya menjadi bentuk yang
dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan
kebudayaan masyarakat.
Proses pemanenan kayu terdiri dari
beberapa kegiatan yang masing-masing merupakan satu tahap dalam proses
produksi. Adapun unsur-unsur dasarnya adalah :
1. Operasi tunggak (stump operation),
yaitu penebangan pohon dan pembentukan permulaan dari log.
2. Penyaradan, yaitu memindahkan batang
kayu secara keseluruhan atau berupa log dari tempat penebangan ke tempat
pengumpulan (loading). Pada umumnya jarak yang ditempuh hanya beberapa ratus
meter.
3. Pemuatan (loading), yaitu menaikkan
kayu ke atas alat angkut. Kegiatan memuat dilakukan di landing.
4. Angkutan utama, yaitu pengangkutan
dari landing ke tempat tujuan.
5. Pembongkaran, yaitu membongkar
muatan di tempat tujuan.
3.
KONSUMSI, PERMINTAAN DAN PENAWARAN PRODUK DAN JASA HUTAN
1. Konsumsi Produk dan Jasa Hutan
Ada enam kelompok produk dan jasa hutan, yaitu kayu, flora,
fauna, air, rekreasi, dan fungsi lindung.
Konsumsi
terbesar untuk beberpa produk dan jasa hutan, yaitu:
- Konsumsi kayu terbesar adalah pada produk kayu olahan, seperti mebeul dan bangunan rumah (83,6%)
- Konsumsi produk papan terbesar adalah pada penggunaan papan untuk bahan bangunan (73%)
- Konsumsi air dari mata air, sungai, dan danau terbesar adalah pada irigasi (52%)
- Konsumsi produk pulp terbesar adalah pada penggunaan pulp untuk bahan baku kertas tulis (60%)
- Konsumsi air untuk industri terbesar adalah pada industri logam (32%)
- Konsumsi jasa rekreasi hutan terbesar adalah pada rekreasi umum menikmati pemnadangan hutan (27%).
2.
Permintaan Produk dan Jasa Hasil Hutan
Permintaan
konsumen dipengaruhi oleh harga produk yang bersangkutan, pendapatan individu
konsumen, selera konsumen, jumlah konsumen potensial, haraga barang substitusi,
harga mbarang komplementer. Lima factor lain, yaitu : daya tahan barang yang
bersangkutan, kekayaan konsumen, distribusi pendapatan, perubahan suku bunga
dan kondisi keuangan, dan perubahan teknologi.
Ekonomi
kehutanan brhadapan dengan dua jenis permintaan, yaitu :
- Permintaan langsung (Direct Demand) oleh konsumen akhir (Consumer’s Goods). Permintaan ini relatif sedikit untuk ekonomi kehutanan. Misal : Hutan wisata.
- Permintaan tidak langsung/turunan (Derived Demand) oleh produsen perantara (Producer’s Goods). Permintaan ini relatif banyak untuk ekonomi kehutanan. Contoh : produksi kayu.
Faktor penyebab perubahan permintaan
(demand)
1. Perubahan
teknologi
2. Perubahan jumlah
konumen
3. Perubahan
tingkat pendapatan konsumen
4. Perubahan
selera/kecenderungan/tren
5. Perubahan
harga barang substitusi dan komplementer
Kurva Permintaan
Semakin murah harga barang/jasa, maka jumlah barang/jasa yang dibeli akan
semakin banyak, begitupun sebaliknya.
Karakteristik
perubahan kurva permintaan adalah jika permintaan meningkat maka kurvanya akan
begeser ke kanan, dengan jumlah dan harga yang meningkat, begitupun sebaliknya.
Faktor penyebab
perubahan permintaan
1. Perubahan teknologi
Dengan adanya teknologi, akan
terjadi peningkatan dan perbaikan produksi sehingga akan meningkatkan selera
konsumen. Peningkatan selera konsumen berarti meningkatkan permintaan.
2. Perubahan jumlah konsumen
Peningkatan jumlah penduduk akan
meningkatkan kebutuhan. Peningakatan kebutuhan akan meningkatkan permintaan.
3. Perubahan tingkat pendapatan konsumen
Peningkatan pendapatan akan
meningkatkan daya beli konsumen, selanjutnya akan meningkatkan permintaan.
4. Perubahan selera
Peningakatan selera konsumen akan
meningkatkan keinginan membeli konsumen, selanjutnya akan meningkatkan
permintaan.
5. Perubahan harga barang substitusi dan
komplementer
Peningkatan harga barang substitusi
dan komplementer akan meningkatkan permintaan.
Elastisitas Permintaan
Elastisitas adalah ukuran sensitivitas
jumlah barang/jasa yang dibeli terhadap perubahan harga.
Faktor
penentu elastisitas permintaan adalah :
1.
Selera konsumen
Semakin tinggi selera konsumen
terhadap produk hutan, maka permintaan produk hutan akan semakin elastis.
2.
Barang substitusi
Semakin banyak barang substitusi
terhadap produk hutan, maka permintaan produk hutan akan semakin elastis.
3.
Barang komplementer
Semakin banyak barang komplementer
terhadap produk hutan, maka permintaan produk hutan akan semakin elastis.
Adanya barang pelengkap akan meningkatkan selera permintaan terhadap produk
hutan.
Pengaruh
waktu terhadap elastisitas permintaan dalam jangka pendek
Permintaan
produk hutan jangka pendek cenderung
in-elastis, sedangkan dalam jangka panjang permintaan produk hutan cenderung
elastis.
Dalam
jangka pendek permintaan produk hutan cenderung in-elastis. Alasannya adalah :
1. konsumen belum tahu adanya perubahan harga
2. rencana kebutuhan konsumen sudah dibuat
3. butuh waktu untuk merubah kebiasaan belanja
konsumenterhadap produk waktu tertentu
Dalam
jangka panjang permintaan produk hutan cenderung elastis. Dimana produksi produk hutan telah menyesuaikan diri
dengan permintaan konsumen dan adanya kompetisi dari produk substitusi.
3.
Penawaran
terhadap Produk dan Jasa Hasil Hutan
Permintaan
konsumen dipengaruhi oleh harga produk yang bersangkutan, pendapatan individu
konsumen, selera konsumen, jumlah konsumen potensial, haraga barang substitusi,
harga mbarang komplementer. Lima factor lain, yaitu : daya tahan barang yang bersangkutan,
kekayaan konsumen, distribusi pendapatan, perubahan suku bunga dan kondisi
keuangan, dan perubahan teknologi.
Elastisitas
penawaran
Elastisitas
penawaran diartikan sebagai Ratio
perubahan jumlah yang ingin dijual terhadap persentase perubahan harga barang
yang dijual.
Faktor
Penentu Elastisitas Permintaan:
1.
Selera/kecenderungan/tren konsumen.
Semakin
tinggi selera konsumen terhadap produk hutan, maka permintaan produk hutan
hutan makin elastis. Dimana penurunan harga (kecil) akan meningkatkan jumlah
diminta (besar). Sehingga total pendapatan lebih besar.
2.
Barang substitusi/pengganti
Semakin
banyak banyak barang pengganti (substitusi) terhadap produk hutan, maka
permintaan produk hutan makin elastic. Dimana adanya kompetisi akan memotivasi
persaingan penurunan harga. Penurunan harga (kecil) akan meningkatkan jumlah
diminta (besar). Sehingga total pendapatan lebih besar.
3.
Barang Komplementer
Semakin
banyak barang pelengkap (komplemen) terhadap produk hutan maka permintaan
produk hutan makin elastic. Dimana adanya barang pelengkap akan meningkatkan
selera permintaan terhadap produk hutan. Penurunan harga (kecil) akan
menngkatkan jumlah diminta (besar). Sehingga total pendapatan lebih besar.
Produsen pada kondisi Market Supply dihadapkan pada 3 keputusan:
1. menjual saat ini dengan tingkat harga yang terjadi
2. menggunakan sendiri barang terebut
3. menahan barang tersebut untuk dijual dengan harga lebih tinggi pada waktu yang akan datang
Produsen pada kondisi Market Supply dihadapkan pada 3 keputusan:
1. menjual saat ini dengan tingkat harga yang terjadi
2. menggunakan sendiri barang terebut
3. menahan barang tersebut untuk dijual dengan harga lebih tinggi pada waktu yang akan datang
Dua faktor
yang harus dikendalikan oleh individu produsen/perusahaan dalam kondisi
penawaran jangka pendek:
1. Antisipasi terhadap lamanya dan arah (membaik atau memburuk) dari perubahan harga.
2. Anitsipasi dan menghitung biaya produksi, jika barang akan dijual pada waktu yang akan datang.
1. Antisipasi terhadap lamanya dan arah (membaik atau memburuk) dari perubahan harga.
2. Anitsipasi dan menghitung biaya produksi, jika barang akan dijual pada waktu yang akan datang.
4.
ANALISIS KEBIJAKAN EKONOMI PROSUKSI KEHUTANAN
Kegiatan
produksi di kehutanan, khususnya produksi kayu untuk hasil seperti meubel,
furniture dan kayu lapis atau papan parrtikel, memang berbeda dengan kegiatan
produksi di bidang lainnya. Pengusaha kayu swasta, yang mengelola HPH di
Indonesia dimulai sejak 1970-an sampai
sekarang, cukup berhasil dalam mengeluarkan kayu dari tempat tumbuhnya di dalam
hutan. Dalam hal ini sebetulnya yang menjadi perhatian mereka tidak melakukan
produksi kayu secara kehutanan yang disamping ekonomis juga lestari.
Ketika suatu produksi dijalankan ada
factor-faktor yang menajdi pondasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
barang/jasa, terutama kayu adalah permintaan, distribusi yang tidak merata,
serta kreativitas atau kemampuan menduga. Sedangkan produksi barang tersebut
harus bersifat efisien. Efisien produksi dapat dicapai dengan teknologi dan
SDM. Dengan jumlah produksi tertentu di dapat dari sumberdaya/ biaya minimum
atau dengan jumlah sumberdaya/ biaya tertentu dapt diperoleh produksi maksimum.
Input sangat mempengaruhi produksi serta eleastisitas produksi. Jika input
tetap akan menghasilkan produksi maksimum. Input digunakan secara efisien
karena langka. Input juga berpengaruh terhadap tingkat produksi. Jika tingkat
produksi dapat mencapai optimum, maka akan menghasilkan keuntungan maksimum.
Peningkatan
produksi dari tingkat minimum hingga maksimum bergantung pada input variabel,
yang nantinya akan mempengaruhi proses produksi. Tingkat produksi maksimum
dapat dicapai jika pendapatan marginal sama dengan biaya marginal. Biaya juga
mempunyai hubungan erat dengan proses produksi. Meliputi biaya tetap, biaya
marginal, implicit cost, social cost serta out of pocket payment.
Biaya tetap
adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh tingkat produksi, sedangkan
biaya marginal adalah biaya tambahan untuk penambahan input produksi. Implicit
cost adalah biaya penyusutan, seperti penyusutan alat-alat produksi milik
pabrik, sedangkan social cost adalah biaya pengganti akibat kerusakan
lingkungan (dampak negative) dari proses produksi secara keseluruhan dalam
pabrik. Penjumlahan biaya implicit, biaya social serta biaya, akan menghasilkan
biaya riil. Jika terjadi biaya marginal = marginal revenue, maka akan terjadi
keuntungan maksimum. Jika MC>MR maka perusahaan akan rugi, jika MC<MR
maka perusahaaan akan mengalami untung besar.
Ket: MC = Marginal Cost
MR = Marginal Renuve
5.
INTERAKSI POLITIK DAN EKONOMI
Keterkaitan
ekonomi dan politik sangatlah erat dan berjalan beriringan yang saling
mempengaruhi satu sama lain kondisi politik suatu negara cenderung mempengaruhi
stabilitas ekonomi.
Salah
satu contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia ialah krisis ekonomi di
tahun 1998.
Dalam sejarah panjang Republik Indonesia kita mengenal
masa Orde Baru dimana selama hampir 32 tahun Soeharto menjabat sebagai
Presiden. Banyak prestasi yang ditorehkan, namun kita juga tidak dapat menutup
mata bahwa masa Orde Baru juga menyimpan banyak “kejelekan” pula. Terutama
diakhir masa pemerintahannya kita banyak mendengar terjadi demontrasi
dimana-mana.
Bulan Juli 1997 pecah krisis moneter di Thailand yang
ternyata menjalar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia.
a. Krisis
Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang didukung oleh para dosen serta para rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshulffe cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang didukung oleh para dosen serta para rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshulffe cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya.
b. Krisis
Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa
pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya, kekuasaan
kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memiliki
kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pamerintah (ekskutif).
Namun, pada kenyataanya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan
eksekutif. Oleh karena itu, pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi
rakyat, karena hakim harus melayani kehendak penguasa.
c. Krisis
Ekonomi
Jelas seperti yang sudah disinggung
diatas, krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan
Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Krisis
ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin
bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan
likuidasinya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Dalam perkembangan
berikutnya, nilai rupiah melemah dan menembus angka Rp 10000,- per dollar AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar